Tuesday, November 29, 2011 0 comments

this...


Alunan simfoni indah itu sekejap mati
Lebih dari guratan kilat yang tak kutahu seberapa cepat
Matahari di langit senja pun muak
Muak melihat sesuatu ini melayang tanpa batas melebihi pelangi
Lalu jatuh terhempas sampai langkah kakimu tak terdengar
Jauh berbeda, kala itu
Ketika hanya ada aku, kamu, dan lentera itu

Kala itu, langit seolah selalu menugguku membuka mata
Sebuah harmoni mengalun lembut
Menggenggam erat sanubari
Mengiringi langkah demi langkah
Memperdengarkan bunyian yang tak pernah kudengar

Senja kini tak lagi sama tanpa dirimu
Semburat jingga di langit menjadi abu-abu
Lentera dalam hatiku mulai padam tanpamu
Aku selesai tanpa kamu, bagai sebuah lakon yang ditinggal dalangnya

Tertatih aku melangkah, menjalani perang yang tak pernah bisa kumenangkan
Di bawah lampu yang bersinar temaram aku melihatmu
Tersenyum lembut seolah mengajakku kembali
Aku kalah, aku selalu kalah dengan pesonamu
Langkahku mantap ke arahmu
Bersama kita pergi, menuju keabadian yang tak berujung..

Gimana? By the way, I’d like to say thanks for my dearest friend, Aristya Nur Fitasari, for the last 2 verses in this poem. Those words have some magical spell for everyone who read it. Thanks a bunch, once again :D
0 comments

A-Lo-Ha

It’s been a long time since my last post!! How’s life anyway? Oh gosh, is it me or this blog full with spider webs? Hahaha… gue memang gak punya bakat melawak. Tapi yang jelas, I’d love being funny wherever I am. Tanpa gue sadari, itu cara paling ampuh buat gue pribadi untuk mengusir segelintir perasaan di dalam jiwa, which is well-known as ‘penggalauan’ dimana biasanya dialami oleh makhluk-makhluk masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa tanpa perlu susah payah mikirin hal-hal yang justru malah bikin hati kita tambah nyesek, sakit, et cetera. Setelah pikiran-pikiran jelek itu memenuhi kepala kita sampe overload, there’s no other way to fix it selain satu kegiatan called ‘curhat’ yang tampaknya sudah menjadi rutinitas makhluk peralihan ini dan dampaknya bakal merembet kemana mana.

Anyway, sebenernya tadi gue membahas ‘galau’ itu karena semuanya berawal dari sebuah tugas tau laah anak SMA senior dibombardir berbagai jenis dan bentuk tugas menjelang kelulusannya *amiiiin bahasa Indonesia. Si guru, nyuruh anak muridnya bikin puisi. Masing-masing anak di kelas diperintahkan untuk menyumbangkan sebuah kata yang nantinya bakal jadi bekal kita buat bikin puisi tersebut. Actually, I don’t really hate this thing, instead of other crazier assignments folded on my desk with their eyes open waited for me to finish it asap. Kesulitan? Ya. Karena gue gak suka bahasa puisi yang dramatis. Indah sih, tapi kadang sulit dipahami. Perbendaharaan kata gue pun gak sebanyak temen-temen gue, yang notabene book addict, aktif di berbagai forum, suka bikin fanfic, macem-macem deh. But I’m trying.

Sadar kalo gak punya apapun buat dijadiin inspirasi, ditambah lagi gue udah ketinggalan 1-0 berdasarkan fakta di atas, gue berasumsi bahwa satu-satunya jalan, yaitu gue harus mikirin hal TERGALAU buat dijadiin tema puisi gue kalo mauuuu puisi gue agak bagusan sedikit. Gak susah buat nyari itu, tapi gak semudah ngebalik telapak kaki jugaaa..*eh tangan maksutnya -__-

Buat dapetin feel-nya, gue mesti bener-bener dalam keadaan tenang, fokus, gak mikirin apapun, and I need to grab some music. Buat yang satu itu, agak susah juga sih awalnya memutuskan lagu mana yang bakal gue mainkan sepanjang gue merangkai kata-kata, dimana lagu tersebut diharapkan bakal jadi emotion booster buat gue. Finally, I pick The Script. And it's work! Emosi gue pun meluap, dan jatuhlah pilihan gue di satu tema yang menurut gue, memang 'cuma itu'. Only those memories. Dan akhirnya, alhamdulillaaah! Puisi itu selesai.. dengan bantuan tangan ahli siiihh… Hahaha mau liat?? Take a glance after this post ;D
 
;