Dia tidak
suka dipanggil anak kecil, Arsa tahu itu. Lalu, dia harus memanggilnya apa? Dia
kan tidak tahu namanya. Lagipula siapa yang salah, meneriakinya malam-malam
begini? Lo duluan yang cari perkara. Bahkan
ia menggunakan headset saat Arsa
sedang berbicara padanya. Berani sekali ia!
Namun,
beberapa detik kemudian ia menghentikan lagu yang mengalun dari iPod lalu
menarik headset itu lepas dari
telinganya. Ia membungkuk seperti ingin mengambil sesuatu yang tergeletak di
jalanan. Lalu pandangan Arsa pun menangkap benda yang seharusnya sudah hilang
dari hadapannya. Sebuah bungkus rokok yang tadi ia lempar sebelum masuk ke
dalam rumah. Tapi untuk apa ia memungutnya?
“Bungkusnya
dibuang di tempat sampah,” ujar gadis itu pelan sambil menyodorkan
bungkus rokok itu—sedikit mendorong—ke tubuh Arsa.
Apa?
Jadi karena ini? Hanya karena ia menyuruh Arsa untuk membuang bungkus rokok itu
di tempat sampah? This girl…is totally
insane.
Tanpa banyak bicara, ia rebut bungkus
rokok itu dari tangannya. Gadis itu tidak bergeming sedikit pun, begitu juga
Arsa. Dan rupanya kini ia sudah menemukan kembali keberaniannya untuk menatap
Arsa. Dengan satu lemparan yang lumayan jauh, bungkus rokok itu sekarang
bersarang di tempat seharusnya ia berada, seperti perintah si gadis. Kali ini,
giliran Arsa angkat bicara.
“Udah
puas, hmm?” Ia hisap kembali rokoknya. “Kalo gue jadi lo, gue gak akan
melakukan hal bodoh kaya tadi,” Hembusan asap rokoknya melayang di depan wajah
si gadis. Sungguh, ia tak habis pikir dirinya menuruti perintah seorang gadis
yang bahkan kenal saja tidak. “Karena lo gak pernah tahu apa yang bisa gue lakukan terhadap lo.”
Arsa
berhenti sejenak sebelum ia melanjutkan pembicaraannya dengan gadis itu. Sedikit
aneh saat Arsa menyadari tidak ada lagi orang atau kendaraan yang mondar-mandir
saat ini, mengingat ia berdiri di tengah jalan. Jika tidak, sedikitnya pasti
klakson kendaraan akan saling bersahutan.
Ia rendahkan suaranya hingga terdengar begitu serius, dan mengancam, “Jangan sembarangan
kalau bicara. Kalau sampai gue berurusan lagi sama lo, I make sure you’ll never get away this easy the next time we meet.”
Ia hisap
rokoknya untuk yang terakhir kali, lalu membanting puntung rokok tersebut ke
bawah dan menginjaknya di depan si gadis. Ia berbalik, meniggalkan gadis itu
sendirian. Tapi, kemudian ia membalik badannya kembali tepat sebelum membuka
pagarnya dan berkata,”Oh, lo gak minta gue buang itu juga kan?” Sambil menunjuk
ke arah puntung rokok bekas miliknya tadi lalu masuk ke dalam rumah. Gadis itu
belum bergerak, dan ia rasa bantingan pintunya cukup keras untuk mengagetkan si
gadis.