Sunday, December 25, 2011 0 comments

chapter #2


            “Kok diem sih, Dar? Gaenak tau sepi.” Katrin sengaja menghantam kaki kiri Darius dengan kaki kanannya, melihat sahabatnya itu diam saja dari tadi. Cuma menerawang keluar jendela, walaupun sesekali membalas chat di BlackBerry Messenger nya yang sepanjang perjalanan terus berbunyi. Orang sibuk toh sekarang, pantesan beda.

            “Mau rame? Lo keluar sekarang sambil topless, gue jamin hari ini bakal jadi hari terame seumur hidup lo. haha!”

            “Ihh…lo mau banget ya liat gue topless??”

            “Katriiin… ih, apaan sihh! Dari dulu, sampe sekarang lo ngeselin banget kalo sama gue! Sama Bara aja, sok-sok manis..” nada bicaranya makin tinggi, haha dia kesel! As always.. Kat berbisik dalam hati sambil sedikit menyunggingkan senyum.

            “Jadi lo ceritanya mau nih gue manis-manisin?” dilihatnya Darius tepat di matanya, lalu ia mengedipkan sebelah matanya dengan wajah manja.

            “Ihh…najisss!! Jijik banget gue.. hahaha!” keduanya terhanyut dalam gelak tawa. Darius tertawa begitu lepas, sesuatu yang baru dilihat Kat lagi semenjak pertemuan mereka tadi. Oh goshh.. how I miss his laughter sooo badly..

            “By the way, itu kaki lo gimana? masih sakit?” entah mengapa Darius tetap memandang keluar jendela taksi itu saat menanyakannya kepada Kat. Why don’t you see me, Darius?

            “It’s getting worse.. makin biru banget.”

            “Lagian sih lo gegayaan banget pake stiletto segala. Mau kemana sih?”

            “Gue abis ngeply ke beberapa rumah sakit. Maklum, Dar, gue baru selesai koas. Lo sendiri dari mana? Sibuk banget kayanya dari tadi.”

            “Engga, gue tadi abis dari kantor pusat. Ini temen gue nge-BBM terus soalnya dia masih kejebak disana. Materi presentasinya masih ngawang-ngawang.” Jempol Darius bergerak lincah diatas keypad. Tetap tidak memperhatikan Katrin secara langsung.

            “Darius.. lo ngomong sama gue apa handphone sih?”

            “Sama lo lah. Maksut deh..”

            “But why don’t you looking at me?”

            “I don’t know.. I just..” kata-kata Darius terputus begitu saja.

            “Just..what?” Rasa penasaran menggelitik hati Katrin.

            “Nothing… hahaha!! Lo pasti udah kepo banget ya? Hahaha Katrin… dari dulu kepo­-nya gak ilang-ilang.” Darius mendadak tertawa. Ohh shoot!! dia mainin gue! Sial!

Beberapa detik berikutnya mereka tenggelam dalam diam. Yang ada hanya suara mobil-mobil menderu di jalan bebas hambatan itu. Namun, Kat menyadari sesuatu. Dia merasakan sepasang mata itu sedang menatapnya lekat-lekat. Mata berwarna hitam pekat itu tak kunjung beranjak dari arahnya. What the heck is wrong with this guy??

            “What are you looking at, huh?” kini gantian Kat yang tidak berani menatap Darius. Darius tetap menatapnya, tak sedikit pun ia memalingkan pandangannya.

            Darius serius ahh!!”

            “I’m looking at you..tadi katanya minta diliatin..” Darius menatap manja. Mencoba merayu Kat dengan tatapannya. Matanya selalu memandang di satu titik, di mata Kat.

            “Kalo gue perhatiin, lo makin cantik deh, Kat.”

            “Hahaha apaan sih, Dar. Ntar ada yang jealous lagi.”

Darius berhenti memandangnya, lalu ia tersenyum. Lebih tepatnya tersenyum pahit. Seperti ada yang salah dalam kata-kata Kat yang menyakitinya. Sekilas tampak semburat kesedihan di wajah Darius. Mata itu, yang dari tadi tak henti-hentinya menatap Kat, seketika berubah. Ia menunduk lesu. Tatapannya kosong. Kat bisa merasakan kesedihan yang amat mendalam di mata Darius. Sedetik kemudian, ia berusaha menghilangkan ekspresi itu, dan kembali seperti sebelumnya.

            “Siapa emang?”

            “Mmhhh… Shila?” wajah Kat penuh Tanya.

            “Masih? Udah engga kok, Kat.” Senyuman ganjil itu terkembang di bibirnya, lagi.

            “Ooohh.. well, I’m sorry.” Seketika itu juga rasa bersalah memenuhi hati Kat.

            “It’s okay.. santai aja kali gausah minta maaf segala.”

            “Abis muka lo langsung lesu gitu, kan gue gaenak. Emang lo berdua kenapa, kok break-up?”

            “Yaaa…. Lo tau lah Kat, kita masih muda. Perjalanan masih panjang. Gak menutup kemungkinan sesuatu berubah, entah di gue atau di dia.”

            “You mean… there’s somebody else between…” kalimatnya terputus karena Darius menyela sebelum ia menyelesaikannya.

            “Lo itu ya.. jadi cewek jangan cepat mengambil kesimpulan. Jangan kepo juga! Cowo-cowo males sama cewek yang selalu mau tahu, hahaha.”

            “How dare you?!!” Kat meninju perut sahabatnya itu. Darius pun memasang wajah berpura-pura sakit, walaupun sebenarnya yang terasa hanyalah rasa geli. Kedekatan ini, kebersamaan dan kekompakan mereka, sudah terjalin semenjak 10 tahun yang lalu saat mereka bersekolah di SMA yang sama. Memang sebenarnya tidak murni 10 tahun, karena Darius baru masuk 6 bulan setelah Kat. Namun itu tidak mempengaruhi takdir mereka menjadi sahabat yang sangat dekat hingga kini.

            Keduanya mempunyai ikatan yang sangat dekat. Hampir semuanya cocok. Minat, bakat, dan kegemaran mereka sama. Masing-masing selalu menceritakan keluh kesahnya. Seakan diantara mereka, sudah sama sekali tak ada yang tidak diketahui satu sama lain. Kat masih ingat kali pertama ia curhat ke Darius, saat mereka baru merubah status menjadi siswa-siswi SMA. Saat itu Kat sedang jatuh hati dengan teman satu kelas mereka yang secara kebetulan baru diketahui Kat setelah ia berkenalan dengan Darius— adalah teman se-SD Darius. Entah perasaan apa yang membuat Kat benar-benar mempercayai Darius sehingga ia menceritakan semuanya kepada laki-laki—dimana biasanya wanita lebih nyaman untuk sharing ke sesama wanita—yang padahal termasuk salah satu anak pindahan saat itu. Mungkin karena Kat terlalu sering bercerita, dan bahkan tanpa ia sadari dirinya merasa nyaman di dekat Darius, perlahan rasa itu berubah.

            Dan itulah yang sampai kini, dari sekian banyak cerita yang selama ini ia bagi bersama Darius, tak pernah sama sekali diceritakannya. Tak pernah sama sekali diakuinya. Dan tak akan pernah, seumur hidupnya ia mengungkapkannya. Karena ia takut, takut kehilangan sahabat yang nyatanya adalah seseorang yang selalu mengisi relung hati terdalamnya selama ini. It’s true when people say that true love is unspoken, but what people never say is how bad that unspoken love hurt yours each other.
0 comments

Sepatah Duapatah..

I hope you'll enjoy my... well yeah, amateur story. gue tau gue masih dalam tahap belajar. dan gue paham kalau kalau di dalam cerita yang gue buat there're absolutely much mistakes..

tapi setidaknya, gue berusaha menyalurkan kecintaan gue 'berkhayal' dan mencoba menginterpretasikannya ke dalam sebuah untaian kata yang masih dalam tahap beginner ini. gue mencoba mewujudkan impian gue yang suatu saat nanti bisa jadi book author sekaliber J.K. Rowling, atau paling engga yang di Indonesia kayak Sitta Karina atau gak Raditya Dika dehh~

jadi yaa, kalau memang jelek harap maklum. dan kalau ada yang bisa dikomentari, silahkan. masukan anda sangat berharga bagi saya. trims :DD
Thursday, December 22, 2011 0 comments

just that simple...

And everybody knows,
The way to her heart is untold
It's all about the love, it shows
And all my love is for you

Whenever I walk down the road,
Through the dark, 
It seems I can’t get home
What they can see
Makes me know
That all my love is for you
And oh, bless my soul
I’ve never been one to lose control
And never have I found someone to give all my love to

It’s never been easy
But it’s easier to give it to you

What about all the fights,
Wether it feels like you have nothing left inside
Oh darling, I would give all to try
'Cause all my love is for you
Love, don’t speak a word
Your smile is all I need to learn
I give you the world ‘cause you deserve
And all my love is for you

Oh, bless my soul
I’ve never been one to lose control
And never have I found someone to give all my love to

Oh, it’s never been easy
But it’s easier to give it to you

Oh, I’ve searched the world
But I keep coming back to you
It’s been one year
Ninety-nine to go
My friends say just be,
Be reasonable 
But, baby, I can’t help it

Oh, bless my soul
I’ve never been one to lose control
And never have I found someone, no, to give all my love to
Oh, it’s never been easy
Oh, it’s never been easy

Love don’t speak a word
Your smile is all I need to learn
I give you the world ‘cause you deserve, oh
And all my love is for you

But, baby,
All my love is for you..

--Cameron Mitchell - All My Love-- 
0 comments

chapter #1


“bang, djarum super 1!”

            Abang-abang yang sejak tadi mondar-mandir sambil meneriakkan segala macam barang dagangan khas pedagan asongan yang dibawanya sedari tadi pun menghampiri lelaki di sebelah Kat. ahh!! I hate cigarette! Kat menggerutu sendiri dalam hati. Katrin tidak pernah menyukai rokok. Lagian siapa sih cewek yang suka sama rokok? Memang ada sih, beberapa wanita berparas garang yang sering Katrin temui sedang menghisap benda mungil nan mematikan itu di sekitar Central Park. Padahal namanya aja Park, masih aja orang-orang ngerokok, Katrin ngedumel sendiri. Tapi tidak untuk seorang Larissa Katrina. Sekarang, ataupun selamanya, dia bersumpah, seumur hidupnya ia gak akan pernah menyentuh, apalagi mencoba barang itu. Bahkan, Katrin pun berjanji dia gak akan mau punya pacar smokerwalaupun selama ini sebenarnya dia belum pernah punya pacar, BELUM PERNAH! Dan sekarang, Kat harus menerima kenyataan pahit bahwa pria serampangan yang duduk di sebelahnya adalah perokok aktif, yang sebentar lagi akan menyalakan puntung rokoknya, tanpa sadar menaikkan resiko kematian seseorang di tiap hisapannya.
Kat ingin sekali beranjak dari tempat duduknya. Namun, baru sedetik ia berdiri dengan tujuan mencari posisi lain yang diusahakan sejauh-jauhnya dari kepulan asap rokok, dia mengurungkan niatnya. Segera ia duduk kembali. Kalo gue pindah sekarang, gue bakalan berdiri sampe mampus gak bisa jalan nunggu bis gara-gara stiletto sialan ini! pikirnya. Alhasil, selama 15 menit berikutya dia harus menahan rasa kesal sama pria di sebelahnya. Demi nungguin bis pulang!! Dalam hati dia bergumam, kalo aja gue punya pacar, gue gak bakalan duduk di pinggir halte sambil menghirup asap rokok gini. Segera dia hapus pikiran itu dari benaknya. Kebetulan juga, bis yang dinanti-nanti Kat pun datang. Dan gak cuma Kat yang sontak berdiri menyongsong bis yang bahkan belum ngerem, tapi juga semua orang di halte itu. Untung orang itu gak naik, ia bersyukur karena pria itu enggan beranjak dan masih betah duduk adem ayem sama rokoknya.

“yoooo, Kebon Nanas, Kebon Nanas..yooo. ayo bu! Cepet! jangan lama-lama ada polisi bu di belakang…” kata si kenek langsung menyauti ibu-ibu yang sudah terlanjur membuka mulut untuk bertanya.

Semua orang bergerak seirama, semua menuju ke bis yang sama dengan Kat. Keadaan benar-benar penuh sesak. Gak mau kalah, Kat langsung berusaha membobol barisan orang-orang yang lebih rapat dari barisan SATPOL PP. Tubuhnya yang mungil memungkinkan dia untuk masuk dan mendapat kursi duduk terlebih dulu, jika tidak ada sesuatu yang menahan langkah kakinya.

Suara itu, Kat yakin dia kenal suara itu. Ya, hanya suara itu yang mampu membuat sekujur tubuhnya membeku.

            “ini bis jurusan mana bang?” suara itu. Kat benar-benar berhenti sekarang.

            “ke Tangerang, mas. Kebon Nanas.”

            “ohh.. makasih ya.” Gue gak mungkin salah denger!! Sekali lagi Kat meyakinkan diri sebelum menoleh ke belakang.

Diantara puluhan orang bergerak maju, Kat terdiam. Ia menoleh ke belakang, mencoba mencari sumber suara yang tadi di dengarnya. Namun, dia tidak menemukannya. Suara itu hilang, atau memang itu hanya khayalan semata. Tidak, suara itu nyata. Suara itu menggetarkan hatinya. But it’s not him, Katrin. Don’t even think about it, ia berujar dalam hati.

Detik berikutnya, yang terjadi diluar dugaan. Seseorang yang berusaha meraih pintu bis terdekat menubruknya. Oh, bukan satu, tapi dua! Satu orang lagi menyenggol sisi kanan Kat, membuatnya kehilangan keseimbangan. Masih belum cukup, seorang wanita bergerak tergesa-gesa menghantamnya dari belakang. Tubuhnya limbung ke depan. 2 map merah jatuh dari tangannya. Segala berkas-berkasnya menghambur keluar. Dirinya sendiri jatuh terduduk sambil memegangi kakinya yang rupanya keseleo. Bis-menuju-rumah nya pun perlahan mulai bergerak. Damn it!!

Ia mencoba menggerakkan kirinya yang keseleo. Kat mengernyitkan dahi.

            “anjrit sakit bangett!! Aaww…” tanpa sadar Kat mengeluarkan suara.

Seseorang pun datang menghampirinya. Alhamdulillaaah, ada juga yang nolongin gue. Namun Kat tidak tahu siapa itu. Tatapannya masih tertuju ke pergelangan kakinya yang tampak menyedihkan. Lelaki rupanya, pikir Kat dari sepatunya. Lelaki itu segera membereskan berkas milik Kat yang berserakan. Kemudian ia mengapit 2 map itu di ketiaknya. Oohh shoot!!

“mba, bisa jalan gak? Kalo gak bisa sini saya bantu. Tapi, kalo gak mau juga gak papa sih.. Nanti kalo saya pegang pegang mba gak terima lagi.”

Masih dalam posisi menunduk, syaraf-syaraf Kat menegang. Napasnya tercekat. Suara ini. suara ini yang membuatnya berhenti mendadak. Suara ini yang memaksa kepalanya menoleh ke belakang sampai dirinya ditubruk bertubi-tubi tanpa henti. Suara ini yang membuat kakinya tak bisa bergerak. Suara ini yang dirindukannya.

            “mba.. kok malah diem mba?”

Perlahan Katrin menguatkan dirinya menatap wajah lelaki itu. Dan kini dia benar. Wajah itu yang tadi ia harap ditemukannya.

            “Darius..??” mata mereka kini bertemu.

            “loh… Katrin? Jadi lo yang jatoh??” ujarnya heran, tapi menahan tawa mengetahui bahwa yang terjatuh itu adalah sahabatnya.

            “iya.. kenapa? Seneng?” bersungut, berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

            “dih.. bukannya gitu, Kat. Gue ga nyangka aja kita ketemu disini. Lo sih pinterannya suudzon mulu. Sekarang bisa berdiri gak?”

            “ gak bisa, Dar… sakit bangeett!” Kat berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Kenyataan bahwa ia merindukan lelaki berperawakan jangkung itu.

Darius mendecakkan lidahnya, “ahhh kan! Udah sini mana tangan lo, gue bantuin. Kalo mau jatoh gue pegangin.”

Katrin pun lalu memberikan tangannya pada Darius. Tangannya yang mantap, membuat Kat tidak ragu memberikan seluruh bobot tubuhnya pada kakinya yang sakit untuk sementara. Benar saja, begitu berdiri, tubuh Kat limbung kembali. Namun, tangan Darius dengan cepat menangkapnya.

            “woow..thanks, Dar.” Darius mendekap Katrin untuk beberapa detik, lalu memapahnya kembali.

            “sama-sama, Kat. Lo mau pulang ya?”

            “iya nih, but my bus already gone.

            “yaelaahhh gausah sedih gitu kali, Kat. Pulang bareng gue aja.”

            “loh..??!! emang lo bawa mobil?” Kat yang sedang berusaha mati-matian berjalan setengah terkejut mendengar omongan Darius.

            “enggak sih, Kat.” Darius berkata santai sambil melirik Swatch nya sejenak.

            “terus gimana caranya gue bareng lo? naik bis? Pliss banget Dar..”

            “yaudah, kita naik taksi aja deh biar cepet. Bayarnya berdua!”

            “iya, Darius… takut banget sih.”

Darius pun menghentikan langkahnya di tempat yang menurutnya cukup terlihat, agar saat ada taksi mendekat, tangannya bisa langsung memberi isyarat kepada sopir taksi untuk memberhentikan taksinya. Beberapa detik mereka dalam diam, sambil menunggu taksi lewat, Kat memperhatikan sahabatnya itu. Sempat ia terpaku beberapa detik saat memperhatikan lekuk wajahnya ketika tiba-tiba Darius menuntunnya untuk kembali berjalan, karena taksi sudah ada di depan mata mereka.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Katrin, suatu saat dia akan kembali bertemu dengan kisah masa lalunya. Menghabiskan akhir senja hari itu bersama kenangannya. Fase yang tak seharusnya diungkit kembali. Seseorang yang selalu mendiami tempat di hati Katrin, seseorang seperti Darius Kamil.
            
Tuesday, December 20, 2011 0 comments

confuse?


kadang saya bingung, sebenarnya apa yang dicari sama orang-orang selama ini dalam status 'in relationship' alias pacaran. tanpa pikir panjang pasti langsung tercetus di pikiran saya "buat apa pacaran! buang-buang waktu." tapi, seiring bertambahnya usia, pacaran itu jadi konsumsi sehari-hari. bisa dibilang gak lebih dari 2% orang-orang di sekolah itu gak pacaran.

dan yang bikin makin pusing itu, lama kelamaan, entah mengapa saya jadi ikut-ikutan ingin merasakan gimana rasanya selalu punya seseorang yang siap ada di samping kita, nyamperin kita kalo jam istirahat, nemenin kalo lagi ngerjain tugas, nganterin kita sampe depan rumah dan mastiin kita masuk ke dalam, nanyain kita udah makan apa belum, marah-marah kalo kita keliatan deket sama cowo lain, dan masih banyak lagi fakta seputar kelangsungan hidup dua sejoli yang sedang dirundung asmara di dunia ini.. setelah dipikir-pikir lagi lucu juga sih, buat apa mengharap kebahagiaan semu sama orang yang belum tentu juga bakal 100% ngerasain hal yang sama seperti apa kita rasakan. seperti misalnya in one case, you fall in love with someone that actually doesn't feel the same way at all. tapi kita tetap bersikeras bahwa suatu saat nanti mereka akan berubah. semua menjadi serba keterbalikan. mereka akan bertekuk lutut di hadapan kita and begging for our loves back. or maybe in the other case, you hide your feeling from them ‘cause you think they don’t feel it too about you when the fact they do.

tragis memang, tapi itulah realitanya yang selama ini saya lihat (untuk case 1) dan yang saya “rasakan” (untuk case 2). sometime it often cross my mind, whispering some words like, “kenapa sampe sekarang lo masih belom punya pacar juga, Fit?? emangnya apa yang salah sama lo? lo jelek banget ya, Fit?”. atau kata-kata seperti, “jangan-jangan sampe tua nanti lo ga bakal dapet pacar lagi, Fit.” it really bother me, seriously!! tapi gimanaa?? apa yang bisa saya lakukan untuk mematahkan pendapat yang gak relevan seperti itu? nyari pacar? it’s the worst idea you’ve ever told me.

saya tahu banget hal seperti ini lumrah terjadi di kalangan ABG labil, seperti saya. sering saya mendengar sahabat saya bercerita tentang ketidakadilan yang dia dapat, dimana dia lebih sering berkorban. saya pun tahu, gimana rasanya tidak dicintai oleh seseorang yang benar-benar kita sayangi secara tulus, dan harus merelakan dia pada akhirnya bahagia bersama orang lain yang memang dia sayangi. it absolutely hurt, I knew it. pada akhirnya saya cuma bisa bilang this is life, dude. it has been designed far away from you were here, in this life. so don’t blame it for every single part you’ve got. you were blessed to be here. just think like this, if this is what God want me to do, or feel, so this is the ideal way to fit me. just that simple. we never know what we gonna get at the end. there’s a possibility we get more than what they’ve already got.
Tuesday, November 29, 2011 0 comments

this...


Alunan simfoni indah itu sekejap mati
Lebih dari guratan kilat yang tak kutahu seberapa cepat
Matahari di langit senja pun muak
Muak melihat sesuatu ini melayang tanpa batas melebihi pelangi
Lalu jatuh terhempas sampai langkah kakimu tak terdengar
Jauh berbeda, kala itu
Ketika hanya ada aku, kamu, dan lentera itu

Kala itu, langit seolah selalu menugguku membuka mata
Sebuah harmoni mengalun lembut
Menggenggam erat sanubari
Mengiringi langkah demi langkah
Memperdengarkan bunyian yang tak pernah kudengar

Senja kini tak lagi sama tanpa dirimu
Semburat jingga di langit menjadi abu-abu
Lentera dalam hatiku mulai padam tanpamu
Aku selesai tanpa kamu, bagai sebuah lakon yang ditinggal dalangnya

Tertatih aku melangkah, menjalani perang yang tak pernah bisa kumenangkan
Di bawah lampu yang bersinar temaram aku melihatmu
Tersenyum lembut seolah mengajakku kembali
Aku kalah, aku selalu kalah dengan pesonamu
Langkahku mantap ke arahmu
Bersama kita pergi, menuju keabadian yang tak berujung..

Gimana? By the way, I’d like to say thanks for my dearest friend, Aristya Nur Fitasari, for the last 2 verses in this poem. Those words have some magical spell for everyone who read it. Thanks a bunch, once again :D
0 comments

A-Lo-Ha

It’s been a long time since my last post!! How’s life anyway? Oh gosh, is it me or this blog full with spider webs? Hahaha… gue memang gak punya bakat melawak. Tapi yang jelas, I’d love being funny wherever I am. Tanpa gue sadari, itu cara paling ampuh buat gue pribadi untuk mengusir segelintir perasaan di dalam jiwa, which is well-known as ‘penggalauan’ dimana biasanya dialami oleh makhluk-makhluk masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa tanpa perlu susah payah mikirin hal-hal yang justru malah bikin hati kita tambah nyesek, sakit, et cetera. Setelah pikiran-pikiran jelek itu memenuhi kepala kita sampe overload, there’s no other way to fix it selain satu kegiatan called ‘curhat’ yang tampaknya sudah menjadi rutinitas makhluk peralihan ini dan dampaknya bakal merembet kemana mana.

Anyway, sebenernya tadi gue membahas ‘galau’ itu karena semuanya berawal dari sebuah tugas tau laah anak SMA senior dibombardir berbagai jenis dan bentuk tugas menjelang kelulusannya *amiiiin bahasa Indonesia. Si guru, nyuruh anak muridnya bikin puisi. Masing-masing anak di kelas diperintahkan untuk menyumbangkan sebuah kata yang nantinya bakal jadi bekal kita buat bikin puisi tersebut. Actually, I don’t really hate this thing, instead of other crazier assignments folded on my desk with their eyes open waited for me to finish it asap. Kesulitan? Ya. Karena gue gak suka bahasa puisi yang dramatis. Indah sih, tapi kadang sulit dipahami. Perbendaharaan kata gue pun gak sebanyak temen-temen gue, yang notabene book addict, aktif di berbagai forum, suka bikin fanfic, macem-macem deh. But I’m trying.

Sadar kalo gak punya apapun buat dijadiin inspirasi, ditambah lagi gue udah ketinggalan 1-0 berdasarkan fakta di atas, gue berasumsi bahwa satu-satunya jalan, yaitu gue harus mikirin hal TERGALAU buat dijadiin tema puisi gue kalo mauuuu puisi gue agak bagusan sedikit. Gak susah buat nyari itu, tapi gak semudah ngebalik telapak kaki jugaaa..*eh tangan maksutnya -__-

Buat dapetin feel-nya, gue mesti bener-bener dalam keadaan tenang, fokus, gak mikirin apapun, and I need to grab some music. Buat yang satu itu, agak susah juga sih awalnya memutuskan lagu mana yang bakal gue mainkan sepanjang gue merangkai kata-kata, dimana lagu tersebut diharapkan bakal jadi emotion booster buat gue. Finally, I pick The Script. And it's work! Emosi gue pun meluap, dan jatuhlah pilihan gue di satu tema yang menurut gue, memang 'cuma itu'. Only those memories. Dan akhirnya, alhamdulillaaah! Puisi itu selesai.. dengan bantuan tangan ahli siiihh… Hahaha mau liat?? Take a glance after this post ;D
Monday, August 8, 2011 0 comments

and the winner is......



(FOX)
The 2011 Teen Choice Awards, hosted by Kaley Cuoco, are tonight!
And the winners are…
ULTIMATE CHOICE AWARD
Taylor Swift
CHOICE SCI FI ACTOR
Taylor Lautner
CHOICE MOVIE ACTOR – COMEDY
Ashton Kutcher
CHOICE COMEDIAN
Ellen DeGeneres
CHOICE SCI FI MOVIE ACTOR
Taylor Lautner
CHOICE TV ACTRESS DRAMA
Blake Lively
CHOICE TV DRAMA
“Gossip Girl”
CHOICE MOVIE SCENE STEALERS
Kellan Lutz & Ashley Greene
CHOICE ACTRESS IN A ROMANTIC COMEDY
Emma Stone (“Easy A”)
CHOICE ATHLETE
Shaun White
CHOICE HOTTIE, CHOICE TV ACTRESS (COMEDY), CHOICE MUSIC GROUP, CHOICE MUSIC SINGLE, CHOICE LOVE SONG
Selena Gomez
CHOICE TV ACTRESS (COMEDY)
Miley Cyrus
CHOICE MOVIE HISSY FIT
Ed Helms (“Hangover 2″)
CHOICE SCI FI TV SHOW
“Vampire Diaries”
CHOICE TV FANTASY/SCIFI ACTOR
Ian Somerhalder (“Vampire Diaries”)
CHOICE TV FANTASY/SCIFI ACTRESS
Nina Dobrev (“Vampire Diaries”)
CHOICE TV COMEDY SHOW
“Glee”
CHOICE TV COMEDY ACTOR
Cory Monteith
CHOICE TV COMEDY BREAKOUT STAR
Darren Criss
CHOICE TV FEMALE SCENE STEALER
Katerina Graham (“Vampire Diaries”)
CHOICE TV MALE SCENE STEALER
Michael Trevino (“Vampire Diaries”)
CHOICE ACTION MOVIE
“Fast Five”
CHOICE ACTION STARS
Johnny Deppy & Angelina Jolie (“The Tourist”)
CHOICE MUSIC STARS OF THE SUMMER
Bruno Mars & Katy Perry
CHOICE REALITY SHOW
“Jersey Shore”
CHOICE REALITY STAR
Pauly D
CHOICE COUNTRY STAR, CHOICE FEMALE ARTIST, CHOICE COUNTRY SINGLE, CHOICE BREAK-UP SONG, CHOICE FASHION ICON
Taylor Swift
CHOICE MOVIE ACTRESS – COMEDY
Cameron Diaz (“Bad Teacher”)
CHOICE WEB STAR
Rebecca Black
CHOICE “INSPIRE” AWARD, CHOICE SONG OF THE SUMMER
Demi Lovato
CHOICE MALE ARTIST, CHOICE TV VILLIAN (“CSI”), CHOICE TWIT
Justin Bieber
CHOICE VAMPIRE
Robert Pattinson
CHOICE MOVIE ACTOR (DRAMA)
Robert Pattinson
CHOICE MOVIE LIPLOCK
Daniel Radcliffe & Emma Watson
CHOICE SUMMER FEMALE STAR
Emma Watson
CHOICE SUMMER MALE STAR
Daniel Radcliffe
CHOICE SUMMER MOVIE
“Harry Potter and the Deathly Hallows, Part 2″
Wednesday, August 3, 2011 0 comments

AWKWARD..

well, this one only happen in Indonesia. imagine how's it look??
0 comments

WHOOAA!!


whoaaa!! extremely extraordinary amazing!! but does it really exist?? ;p
Tuesday, August 2, 2011 0 comments

Camelot?

sebenernya, maksut di sini itu lebih menjelaskan kenapa gue bersusah payah mencari dan mengedit sebuah puisi zaman renaissance yang bahkan gue sendiri awalnya gak tahu-menahu maksut dari puisi itu. awal gue mengetahui puisi ini, itu karena gue membaca sebuah novel karya Meg Cabot, "Avalon High".


novel tersebut mengisahkan kehidupan Ellie Harisson, seorang gadis yang harus rela menerima nasib sebagai anak seorang profesor yang sedang di-sabatikal, membuatnya harus pindah mengikuti orang tuanya dari satu spot ke spot lainnya dalam rangka menyelesaikan penelitian tentang kehidupan di zaman King Arthur. mereka selalu berpindah-pindah dalam jangka waktu yang relatif sebentar. hingga sampailah ia di sebuah sekolah bernama SMA Avalon. tanpa disangka, Ellie akan menjalani masa SMA nya di SMA Avalon sampai lulus. di sana, ia berteman dengan Will, si presiden kelas senior, seorang quarterback, dan idola semua gadis. Lance, sahabat Will, dan atlet futbol. Jennifer, si cheerleader. dan Marco, si pembuat onar, badboy, dan saudara tiri Will. mulanya, Ellie mulai terbiasa dengan kehidupan barunya. tapi lama-kelamaan, ada sesuatu yang aneh. semua orang di SMA Avalon seperti memainkan sebuah peran, tokoh-tokoh dari zaman King Arthur. seperti Lance yang menjadi Sir lancelot, Jen sebagai Guinevere, Marco sebagai Mordred, dan Will sebagai King Arthur. lalu, siapa sebenarnya Ellie? peran apa yang dimainkannya?
Image Source

Indonesia Edition
nah, kembali ke masalah awal.di dalam novel ini, Ellie yang awalnya diduga menjadi Elaine of Astolat--sesuai sama asal-usul namanya--ternyata meleset, malah jadi the Lady of the Lake--yang ngebawain King Arthur Excalibur waktu bertarung sama Mordred--didukung sama hobinya yang suka merendam diri di air (emmh. yg ini agak ngawur~). gue tertarik sama si Elaine of Astolat ini. karena setelah gue cari-cari, the legend was so deeply tragic. puisi "The Lady of Shallot" ini dibuat Sir Alfred Tennyson berdasarkan kisahnya si Elaine. 


jadi gini kisahnya... 
Lady of Shalott adalah makhluk ajaib yang tinggal sendirian di sebuah pulau yang terletak di hulu Camelot milik King Arthur. tugasnya adalah melihat dunia luar jendela kastil dari sebuah cermindan menenun apa yang ia lihat ke permadaniia dilarang oleh sebuah sihir untuk melihat dunia luar secara langsung. para petani yang tinggal di dekat pulau itu mendengar nyanyiannya dan tahu siapa diatetapi tidak pernah melihatnya.
Lady melihat orang biasapasangan yang sedang penuh kasihdan berpasang-pasang ksatria tercermin dalam cermin miliknya. suatu hariia melihat refleksi dari Sir Lancelot sedang berkuda sendirian. meskipun dia tahu bahwa itu dilarangdia mengintip keluar jendela untuk melihatnya lebih jelas. tiba-tiba cermin itu hancur, permadaninya  diterbangkan angindan Lady merasakan kekuatan kutukannya
.
sebuah badai musim gugur tiba-tiba muncul. wanita itu meninggalkan istananyamenemukan perahu, lalu dia menulis namanya di atasnya. kemudian ia masuk ke perahu, mengapungkan perahu itu, dan menyanyikan lagu kematian saat ia melayang menyusuri sungai ke Camelot. penduduk setempat menemukan perahu itu dan tubuhnya, menyadari siapa diadan semuanya bersedihLancelot berdoa agar Tuhan mengampuni jiwanya.



sounds catchy, rite?

Wednesday, July 27, 2011 0 comments

The Lady of Shalott

On either side the river lie
Long fields of barley and of rye,
That clothe the wold and meet the sky;
And through the field the road runs by
    To many-tower'd Camelot;
And up and down the people go,
Gazing where the lilies blow
Round an island there below,
    The island of Shalott.

Willows whiten, aspens quiver,
Little breezes dusk and shiver
Through the wave that runs for ever
By the island in the river
    Flowing down to Camelot.
Four grey walls, and four grey towers,
Overlook a space of flowers,
And the silent isle embowers
    The Lady of Shalott.

By the margin, willow-veil'd,
Slide the heavy barges trail'd
By slow horses; and unhailed
The shallop flitteth, silken-sail'd
    Skimming down to Camelot
Yet who hath seen her wave her hand?
Or at the casement seen her stand?
Or is she know in all the land,
    The Lady of Shalott?

Only reapers, reaping early,
In among the beared barley
Hear a song that echoes cheerly
From the river winding clearly,
    Down to towered Camelot:
And by the moon the reaper weary,
Piling sheaves in uplands airy,
Listening, whispers, " 'Tis the fairy
    Lady of Shalott."


There she weaves by night and day
A magic web with colours gay.
She has heard a whisper say,
A curse is on her if she stay
    To look down to Camelot.
She knows not what the curse may be,
And so she weaveth steadily,
And little other care hath she,
    The Lady of Shalott.

And moving through a mirror clear
That hangs before her all the year,
Shadows of the world appear.
There she sees the highway near
    Winding down to Camelot;
There the river eddy whirls,
And there the surly village churls,
And the red cloaks of market girls
    Pass onward from Shalott.

Sometimes a troop of damsels glad,
An abbot on an ambling pad,
Sometimes a curly shepherd lad,
Or long-hair'd page in crimson clad,
    Goes by to tower'd Camelot;
And sometimes through the mirror blue
The knights come riding two and two:
She hath no loyal knight and true,
    The Lady of Shalott.



But in her web she still delights
To weave the mirror's magic sights,
For often through the silent nights
A funeral, with plumes and lights
    And music, went to Camelot:
Or when the Moon was overhead,
Came two young lovers lately wed;
"I am half sick of shadows," said
    The Lady of Shalott.

A bow-shot from her bower-eaves,
He rode between the barley sheaves,
The sun came dazzling thro' the leaves,
And flamed upon the brazen greaves
    Of bold Sir Lancelot.
A red-cross knight for ever kneeled
To a lady in his shield,
That sparkled on the yellow field,
    Beside remote Shalott.

The gemmy bridle glitter'd free,
Like to some branch of stars we see
Hung in the golden Galaxy.
The bridle bells rang merrily
    As he rode down to Camelot:
And from his blazon'd baldric slung
A mighty silver bugle hung,
And as he rode his armor rung
    Beside remote Shalott.

All in the blue unclouded weather
Thick-jewell'd shone the saddle-leather,
The helmet and the helmet-feather
Burn'd like one burning flame together,
    As he rode down to Camelot.
As often thro' the purple night,
Below the starry clusters bright,
Some bearded meteor, trailing light,
    Moves over still Shalott.

His broad clear brow in sunlight glow'd;
On burnish'd hooves his war-horse trode;
From underneath his helmet flow'd
His coal-black curls as on he rode,
    As he rode down to Camelot.
From the bank and from the river
He flashed into the crystal mirror,
"Tirra lirra," by the river
    Sang Sir Lancelot.

She left the web, she left the loom,
She made three paces through the room,
She saw the water-lily bloom,
She saw the helmet and the plume,
    She look'd down to Camelot.
Out flew the web and floated wide;
The mirror crack'd from side to side;
"The curse is come upon me," cried
    The Lady of Shalott.

In the stormy east-wind straining,
The pale yellow woods were waning,
The broad stream in his banks complaining.
Heavily the low sky raining
    Over tower'd Camelot;
Down she came and found a boat
Beneath a willow left afloat,
And around about the prow she wrote
    The Lady of Shalott

And down the river's dim expanse
Like some bold seer in a trance,
Seeing all his own mischance --
With a glassy countenance
    Did she look to Camelot.
And at the closing of the day
She loosed the chain, and down she lay;
The broad stream bore her far away,
    The Lady of Shalott

Lying, robed in snowy white
That loosely flew to left and right --
The leaves upon her falling light --
Thro' the noises of the night,
    She floated down to Camelot:
And as the boat-head wound along
The willowy hills and fields among,
They heard her singing her last song,
    The Lady of Shalott.

Heard a carol, mournful, holy,
Chanted loudly, chanted lowly,
Till her blood was frozen slowly,
And her eyes were darkened wholly,
    Turn'd to tower'd Camelot.
For ere she reach'd upon the tide
The first house by the water-side,
Singing in her song she died,
    The Lady of Shalott.

Under tower and balcony,
By garden-wall and gallery,
A gleaming shape she floated by,
Dead-pale between the houses high,
    Silent into Camelot.
Out upon the wharfs they came,
Knight and burgher, lord and dame,
And around the prow they read her name,
    The Lady of Shalott.

Who is this? And what is here?
And in the lighted palace near
Died the sound of royal cheer;
And they crossed themselves for fear,
    All the Knights at Camelot;
But Lancelot mused a little space
He said, "She has a lovely face;
God in his mercy lend her grace,
    The Lady of Shalott."



by : Alfred Tennyson
 
;