Tuesday, November 29, 2011

this...


Alunan simfoni indah itu sekejap mati
Lebih dari guratan kilat yang tak kutahu seberapa cepat
Matahari di langit senja pun muak
Muak melihat sesuatu ini melayang tanpa batas melebihi pelangi
Lalu jatuh terhempas sampai langkah kakimu tak terdengar
Jauh berbeda, kala itu
Ketika hanya ada aku, kamu, dan lentera itu

Kala itu, langit seolah selalu menugguku membuka mata
Sebuah harmoni mengalun lembut
Menggenggam erat sanubari
Mengiringi langkah demi langkah
Memperdengarkan bunyian yang tak pernah kudengar

Senja kini tak lagi sama tanpa dirimu
Semburat jingga di langit menjadi abu-abu
Lentera dalam hatiku mulai padam tanpamu
Aku selesai tanpa kamu, bagai sebuah lakon yang ditinggal dalangnya

Tertatih aku melangkah, menjalani perang yang tak pernah bisa kumenangkan
Di bawah lampu yang bersinar temaram aku melihatmu
Tersenyum lembut seolah mengajakku kembali
Aku kalah, aku selalu kalah dengan pesonamu
Langkahku mantap ke arahmu
Bersama kita pergi, menuju keabadian yang tak berujung..

Gimana? By the way, I’d like to say thanks for my dearest friend, Aristya Nur Fitasari, for the last 2 verses in this poem. Those words have some magical spell for everyone who read it. Thanks a bunch, once again :D

No comments:

Post a Comment

 
;