Tuesday, January 29, 2013

Arsa Latafat #3

part before: http://iranakeil.blogspot.com/2013/01/mireilles-2.html


                Dia tidak suka dipanggil anak kecil, Arsa tahu itu. Lalu, dia harus memanggilnya apa? Dia kan tidak tahu namanya. Lagipula siapa yang salah, meneriakinya malam-malam begini? Lo duluan yang cari perkara. Bahkan ia menggunakan headset saat Arsa sedang berbicara padanya. Berani sekali ia!

                Namun, beberapa detik kemudian ia menghentikan lagu yang mengalun dari iPod lalu menarik headset itu lepas dari telinganya. Ia membungkuk seperti ingin mengambil sesuatu yang tergeletak di jalanan. Lalu pandangan Arsa pun menangkap benda yang seharusnya sudah hilang dari hadapannya. Sebuah bungkus rokok yang tadi ia lempar sebelum masuk ke dalam rumah. Tapi untuk apa ia memungutnya?

                “Bungkusnya dibuang di tempat sampah,” ujar gadis itu pelan sambil menyodorkan bungkus rokok itu—sedikit mendorong—ke tubuh Arsa.

                Apa? Jadi karena ini? Hanya karena ia menyuruh Arsa untuk membuang bungkus rokok itu di tempat sampah? This girl…is totally insane.

                Tanpa banyak bicara, ia rebut bungkus rokok itu dari tangannya. Gadis itu tidak bergeming sedikit pun, begitu juga Arsa. Dan rupanya kini ia sudah menemukan kembali keberaniannya untuk menatap Arsa. Dengan satu lemparan yang lumayan jauh, bungkus rokok itu sekarang bersarang di tempat seharusnya ia berada, seperti perintah si gadis. Kali ini, giliran Arsa angkat bicara.

                “Udah puas, hmm?” Ia hisap kembali rokoknya. “Kalo gue jadi lo, gue gak akan melakukan hal bodoh kaya tadi,” Hembusan asap rokoknya melayang di depan wajah si gadis. Sungguh, ia tak habis pikir dirinya menuruti perintah seorang gadis yang bahkan kenal saja tidak. “Karena lo gak pernah tahu apa  yang bisa gue lakukan terhadap lo.”

                Arsa berhenti sejenak sebelum ia melanjutkan pembicaraannya dengan gadis itu. Sedikit aneh saat Arsa menyadari tidak ada lagi orang atau kendaraan yang mondar-mandir saat ini, mengingat ia berdiri di tengah jalan. Jika tidak, sedikitnya pasti klakson kendaraan akan saling bersahutan.

                Ia rendahkan suaranya hingga terdengar begitu serius, dan mengancam, “Jangan sembarangan kalau bicara. Kalau sampai gue berurusan lagi sama lo, I make sure you’ll never get away this easy the next time we meet.”

                Ia hisap rokoknya untuk yang terakhir kali, lalu membanting puntung rokok tersebut ke bawah dan menginjaknya di depan si gadis. Ia berbalik, meniggalkan gadis itu sendirian. Tapi, kemudian ia membalik badannya kembali tepat sebelum membuka pagarnya dan berkata,”Oh, lo gak minta gue buang itu juga kan?” Sambil menunjuk ke arah puntung rokok bekas miliknya tadi lalu masuk ke dalam rumah. Gadis itu belum bergerak, dan ia rasa bantingan pintunya cukup keras untuk mengagetkan si gadis.

No comments:

Post a Comment

 
;