Saturday, January 26, 2013

Arsa Latafat #2

part before: http://iranakeil.blogspot.com/2013/01/mireilles-1.html


                “Hei!”

                Teriakan seorang gadis itu membuyarkan lamunan Arsa. Ia tersentak. Apakah ia salah dengar? Untuk siapa seruan itu? Mungkin untuk orang lain. Tapi ia merasa seseorang menujukan itu padanya. Dahinya berkerut. Rasa penasaran mulai menjalari seluruh tubuhnya. Ia urungkan niat untuk memutar kenop pintu dan membalik kembali badannya menuju sumber suara. Sambil menghembuskan asap rokok terakhirnya, sudut mata Arsa menangkap sesosok wanita, ah bukan. Ia terlalu muda untuk dipanggil wanita. Seorang bocah—mungkin itu pantas—perempuan berdiri di depan rumahnya. Matanya memandang langsung, tepat di mata Arsa. Arsa dapat menangkap sedikit amarah di mata gadis itu. Ia memicingkan matanya karena bingung, apa maksudnya? Namun, ada sedikit rasa penasaran yang menggelitik batin Arsa. Serius? Dia gak takut sama gue?

                “Ya, kamu. Otak kamu rusak ya saking banyaknya menghisap batang kematian itu?”

                Wow, pekik Arsa dalam hati. Berani sekali gadis itu menyentaknya dengan nada bicara yang tinggi. Otot wajahnya seketika menegang. Ada sedikit amarah terpancar di kedua mata Arsa yang tajam itu. Alis matanya yang tebal bertautan satu sama lain. Sebelah tangannya terkepal erat. Seandainya ia bukan perempuan, mungkin Arsa sudah menghajarnya sekarang. Chill out, Arsa. Dia itu cewek.

                Menit berikutnya, Arsa sudah berada diluar pintu pagarnya. Sebenarnya tak perlu keluar pun ia sudah bisa melihat dengan jelas gadis itu karena badannya yang tinggi. Ia melihat sedikit raut ketakutan di wajah si gadis saat ia akhirnya menampakkan diri. Tanpa mengubah ekspresi, mata Arsa menatap mata gadis itu lekat-lekat. Sama seperti apa yang dilakukannya pada Arsa sebelumnya. Anak sekolah, ucapnya dalam hati. Selangkah demi selangkah, Arsa mendekati gadis itu dan berhenti tepat di depannya. Mungkin gadis itu akan merasa terganggu dengan kepulan asap rokoknya karena ia berdiri terlalu dekat. Tapi siapa perduli. Dengan satu tarikan napas, suara yang dingin dan dalam itumeluncur dari mulut Arsa.

                “Apa maksud ucapan lo barusan, anak kecil?”



No comments:

Post a Comment

 
;