Thursday, December 22, 2011

chapter #1


“bang, djarum super 1!”

            Abang-abang yang sejak tadi mondar-mandir sambil meneriakkan segala macam barang dagangan khas pedagan asongan yang dibawanya sedari tadi pun menghampiri lelaki di sebelah Kat. ahh!! I hate cigarette! Kat menggerutu sendiri dalam hati. Katrin tidak pernah menyukai rokok. Lagian siapa sih cewek yang suka sama rokok? Memang ada sih, beberapa wanita berparas garang yang sering Katrin temui sedang menghisap benda mungil nan mematikan itu di sekitar Central Park. Padahal namanya aja Park, masih aja orang-orang ngerokok, Katrin ngedumel sendiri. Tapi tidak untuk seorang Larissa Katrina. Sekarang, ataupun selamanya, dia bersumpah, seumur hidupnya ia gak akan pernah menyentuh, apalagi mencoba barang itu. Bahkan, Katrin pun berjanji dia gak akan mau punya pacar smokerwalaupun selama ini sebenarnya dia belum pernah punya pacar, BELUM PERNAH! Dan sekarang, Kat harus menerima kenyataan pahit bahwa pria serampangan yang duduk di sebelahnya adalah perokok aktif, yang sebentar lagi akan menyalakan puntung rokoknya, tanpa sadar menaikkan resiko kematian seseorang di tiap hisapannya.
Kat ingin sekali beranjak dari tempat duduknya. Namun, baru sedetik ia berdiri dengan tujuan mencari posisi lain yang diusahakan sejauh-jauhnya dari kepulan asap rokok, dia mengurungkan niatnya. Segera ia duduk kembali. Kalo gue pindah sekarang, gue bakalan berdiri sampe mampus gak bisa jalan nunggu bis gara-gara stiletto sialan ini! pikirnya. Alhasil, selama 15 menit berikutya dia harus menahan rasa kesal sama pria di sebelahnya. Demi nungguin bis pulang!! Dalam hati dia bergumam, kalo aja gue punya pacar, gue gak bakalan duduk di pinggir halte sambil menghirup asap rokok gini. Segera dia hapus pikiran itu dari benaknya. Kebetulan juga, bis yang dinanti-nanti Kat pun datang. Dan gak cuma Kat yang sontak berdiri menyongsong bis yang bahkan belum ngerem, tapi juga semua orang di halte itu. Untung orang itu gak naik, ia bersyukur karena pria itu enggan beranjak dan masih betah duduk adem ayem sama rokoknya.

“yoooo, Kebon Nanas, Kebon Nanas..yooo. ayo bu! Cepet! jangan lama-lama ada polisi bu di belakang…” kata si kenek langsung menyauti ibu-ibu yang sudah terlanjur membuka mulut untuk bertanya.

Semua orang bergerak seirama, semua menuju ke bis yang sama dengan Kat. Keadaan benar-benar penuh sesak. Gak mau kalah, Kat langsung berusaha membobol barisan orang-orang yang lebih rapat dari barisan SATPOL PP. Tubuhnya yang mungil memungkinkan dia untuk masuk dan mendapat kursi duduk terlebih dulu, jika tidak ada sesuatu yang menahan langkah kakinya.

Suara itu, Kat yakin dia kenal suara itu. Ya, hanya suara itu yang mampu membuat sekujur tubuhnya membeku.

            “ini bis jurusan mana bang?” suara itu. Kat benar-benar berhenti sekarang.

            “ke Tangerang, mas. Kebon Nanas.”

            “ohh.. makasih ya.” Gue gak mungkin salah denger!! Sekali lagi Kat meyakinkan diri sebelum menoleh ke belakang.

Diantara puluhan orang bergerak maju, Kat terdiam. Ia menoleh ke belakang, mencoba mencari sumber suara yang tadi di dengarnya. Namun, dia tidak menemukannya. Suara itu hilang, atau memang itu hanya khayalan semata. Tidak, suara itu nyata. Suara itu menggetarkan hatinya. But it’s not him, Katrin. Don’t even think about it, ia berujar dalam hati.

Detik berikutnya, yang terjadi diluar dugaan. Seseorang yang berusaha meraih pintu bis terdekat menubruknya. Oh, bukan satu, tapi dua! Satu orang lagi menyenggol sisi kanan Kat, membuatnya kehilangan keseimbangan. Masih belum cukup, seorang wanita bergerak tergesa-gesa menghantamnya dari belakang. Tubuhnya limbung ke depan. 2 map merah jatuh dari tangannya. Segala berkas-berkasnya menghambur keluar. Dirinya sendiri jatuh terduduk sambil memegangi kakinya yang rupanya keseleo. Bis-menuju-rumah nya pun perlahan mulai bergerak. Damn it!!

Ia mencoba menggerakkan kirinya yang keseleo. Kat mengernyitkan dahi.

            “anjrit sakit bangett!! Aaww…” tanpa sadar Kat mengeluarkan suara.

Seseorang pun datang menghampirinya. Alhamdulillaaah, ada juga yang nolongin gue. Namun Kat tidak tahu siapa itu. Tatapannya masih tertuju ke pergelangan kakinya yang tampak menyedihkan. Lelaki rupanya, pikir Kat dari sepatunya. Lelaki itu segera membereskan berkas milik Kat yang berserakan. Kemudian ia mengapit 2 map itu di ketiaknya. Oohh shoot!!

“mba, bisa jalan gak? Kalo gak bisa sini saya bantu. Tapi, kalo gak mau juga gak papa sih.. Nanti kalo saya pegang pegang mba gak terima lagi.”

Masih dalam posisi menunduk, syaraf-syaraf Kat menegang. Napasnya tercekat. Suara ini. suara ini yang membuatnya berhenti mendadak. Suara ini yang memaksa kepalanya menoleh ke belakang sampai dirinya ditubruk bertubi-tubi tanpa henti. Suara ini yang membuat kakinya tak bisa bergerak. Suara ini yang dirindukannya.

            “mba.. kok malah diem mba?”

Perlahan Katrin menguatkan dirinya menatap wajah lelaki itu. Dan kini dia benar. Wajah itu yang tadi ia harap ditemukannya.

            “Darius..??” mata mereka kini bertemu.

            “loh… Katrin? Jadi lo yang jatoh??” ujarnya heran, tapi menahan tawa mengetahui bahwa yang terjatuh itu adalah sahabatnya.

            “iya.. kenapa? Seneng?” bersungut, berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

            “dih.. bukannya gitu, Kat. Gue ga nyangka aja kita ketemu disini. Lo sih pinterannya suudzon mulu. Sekarang bisa berdiri gak?”

            “ gak bisa, Dar… sakit bangeett!” Kat berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Kenyataan bahwa ia merindukan lelaki berperawakan jangkung itu.

Darius mendecakkan lidahnya, “ahhh kan! Udah sini mana tangan lo, gue bantuin. Kalo mau jatoh gue pegangin.”

Katrin pun lalu memberikan tangannya pada Darius. Tangannya yang mantap, membuat Kat tidak ragu memberikan seluruh bobot tubuhnya pada kakinya yang sakit untuk sementara. Benar saja, begitu berdiri, tubuh Kat limbung kembali. Namun, tangan Darius dengan cepat menangkapnya.

            “woow..thanks, Dar.” Darius mendekap Katrin untuk beberapa detik, lalu memapahnya kembali.

            “sama-sama, Kat. Lo mau pulang ya?”

            “iya nih, but my bus already gone.

            “yaelaahhh gausah sedih gitu kali, Kat. Pulang bareng gue aja.”

            “loh..??!! emang lo bawa mobil?” Kat yang sedang berusaha mati-matian berjalan setengah terkejut mendengar omongan Darius.

            “enggak sih, Kat.” Darius berkata santai sambil melirik Swatch nya sejenak.

            “terus gimana caranya gue bareng lo? naik bis? Pliss banget Dar..”

            “yaudah, kita naik taksi aja deh biar cepet. Bayarnya berdua!”

            “iya, Darius… takut banget sih.”

Darius pun menghentikan langkahnya di tempat yang menurutnya cukup terlihat, agar saat ada taksi mendekat, tangannya bisa langsung memberi isyarat kepada sopir taksi untuk memberhentikan taksinya. Beberapa detik mereka dalam diam, sambil menunggu taksi lewat, Kat memperhatikan sahabatnya itu. Sempat ia terpaku beberapa detik saat memperhatikan lekuk wajahnya ketika tiba-tiba Darius menuntunnya untuk kembali berjalan, karena taksi sudah ada di depan mata mereka.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Katrin, suatu saat dia akan kembali bertemu dengan kisah masa lalunya. Menghabiskan akhir senja hari itu bersama kenangannya. Fase yang tak seharusnya diungkit kembali. Seseorang yang selalu mendiami tempat di hati Katrin, seseorang seperti Darius Kamil.
            

No comments:

Post a Comment

 
;